Siapa yang berani menanggung resiko kerugian, maka dialah yang berhak mendapatkan keuntungan
Dalam kasus mudhorobah (bagi-hasil) misalnya, jika pelaku usaha rugi karena gagal usaha, maka si pemodal pun harus menanggung kerugian. Karena jika si pemodal mendapat keuntungan ketika usaha mendapatkan profit, maka ketika mendapatkan rugi pun demikian, harus berani memikul resiko.
Dalam kaedah fikih disebutkan,
الخراج بالضمان
“Keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian”.
Maksud kaedah ini ialah orang yang berhak mendapatkan keuntungan ialah orang yang punya kewajiban menanggung kerugian -jika hal itu terjadi-. Keuntungan ini menjadi milik orang yang berani menanggung kerugian karena jika barang tersebut suatu waktu rusak, maka dialah yang merugi. Jika kerugian berani ditanggung, maka keuntungan menjadi miliknya.
Dalil Kaedah
Asal kaedah ini adalah dari hadits berikut ini,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلًا ابْتَاعَ غُلَامًا، فَأَقَامَ عِنْدَهُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يُقِيمَ، ثُمَّ وَجَدَ بِهِ عَيْبًا، فَخَاصَمَهُ إِلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم، فَرَدَّهُ عَلَيْهِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ اسْتَغَلَّ غُلَامِي؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم: (الْخَرَاجُ بِالضَّمَانِ).
“Dari sahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya seorang lelaki membeli seorang budak laki-laki. Kemudian, budak tersebut tinggal bersamanya selama beberapa waktu. Suatu hari sang pembeli mendapatkan adanya cacat pada budak tersebut. Kemudian, pembeli mengadukan penjual budak kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi-pun memutuskan agar budak tersebut dikembalikan. Maka penjual berkata, ‘Ya Rasulullah! Sungguh ia telah mempekerjakan budakku?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Keuntungan adalah imbalan atas kerugian.`” (HR. Abu Daud no. 3510, An Nasai no. 4490, Tirmidzi no. 1285, Ibnu Majah no. 2243 dan Ahmad 6: 237. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Syarat Kaedah
Namun kaedah di atas berlaku jika si pemilik benar-benar memiliki dan memegang barang tersebut. Jika barang tersebut tidak berada di tangan orang yang menanggung rugi, maka keuntungan tidak pantas ia dapat. Lihat Al Qowa’id wad Dhowabith Al Fiqhiyyah Ibnu Taimiyah, 2: 258.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
الضَّمَانَ بِالْخَرَاجِ فَإِنَّمَا هُوَ فِيمَا اُتُّفِقَ مِلْكًا وَيَدًا . وَأَمَّا إذَا كَانَ الْمِلْكُ لِشَخْصٍ وَالْيَدُ لِآخَرَ ؛ فَقَدْ يَكُونُ الْخَرَاجُ لِلْمَالِكِ وَالضَّمَانُ عَلَى الْقَابِضِ
“Yang berani menanggung kerugian itulah yang berhak mendapatkan keuntungan, namun ini jika dia memiliki sekaligus memegang barang. Jika pemiliknya adalah orang lain dan yang memegang adalah orang lain, maka keuntungan bisa jadi menjadi hak si pemilik dan kerugian jadi tanggungan yang memegang.” (Majmu’ Al Fatawa, 29: 401)
Penerapan Kaedah
1- Dalam akad mudhorobah, jika sama-sama mendapat untung, maka pihak pemodal dan pelaku usaha harus sama-sama menanggung rugi. Jika pelaku usaha, sudah mendapatkan rugi karena usahanya gagal, maka pemodal pun harus menanggung rugi. Karena jika pemodal mendapat untung, maka kerugian pun -artinya: tidak mendapatkan apa-apa- harus berani ia tanggung. Termasuk kekeliruan jika si pemodal minta modalnya itu kembali selama bukan karena kecerobohan pelaku usaha.
2- Dalam sistem dropshipping yang telah dikaji sebelumnya di sini, ada reseller/ retailer yang memajang barang di toko online. Jika reseller tidak menanggung resiko sama sekali dalam pengiriman barang oleh dropshipper (produsen atau grosir), maka berarti transaksinya bermasalah. Karena kalau ia berani meraup untung, maka harus berani pula menanggung kerugian.
3- Bermasalahnya transaksi riba, simpan pinjam yang menarik keuntungan. Jika pihak kreditur[1] dalam posisi aman, hanya mau ingin uangnya kembali, tanpa mau menanggung resiko karena boleh jadi yang meminjam uang adalah orang yang susah, maka berarti ini masalah. Karena kalau ia ingin uangnya kembali, maka ia pun harus berani menanggung resiko tertundanya utang tersebut. Alasannya adalah kaedah yang kita bahas saat ini.
4- Orang yang memanfaatkan harta curian untuk investasi, ia berhak mendapatkan 50% dari keuntungan dan sisanya diserahkan kepada pemilik harta sebenarnya. Karena jika merugi, dialah yang menanggungnya. Maka keuntungan berhak juga ia dapat sebabnya ia berani menanggung resiko kerugian. Lihat keterangan Keuntungan yang Tumbuh dari Modal yang Haram.
5- Orang yang menggunakan modal riba dari koperasi atau bank, maka ia boleh memanfaatkan keuntungan dari usaha tersebut. Karena jika usahanya bangkrut, ia menanggungnya, bukan ditanggung oleh pihak yang memberikan pinjaman riba. Kalau ia menanggung resiko demikian, dialah yang berhak mendapatkan keuntungan.[2]
Wallahu waliyyut taufiq.
@ Maktabah Al Amir Salman, KSU, Riyadh-KSA, 9 Shafar 1434 H
[1] Kreditur adalah pihak ( perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang berhutang.
[2] Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa meminjam uang riba itu dibolehkan. Karena dalam hadits dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama.”(HR. Muslim) [Muslim: 23-Kitab Al Masaqoh, 19-Bab Laknat pada Orang yang Memakan Riba dan yang Menyerahkannya]. Jadi peminjam uang riba pun berdosa dan terkena laknat.